Mengapa Ubud Istimewa?
Ubud memiliki keistimewaan. Kawasan ini tak bisa disamakan dengan tempat-tempat lain di Bali. Sebut saja misalnya Kuta atau Nusadua. Kuta berkesan physically wild dan Nusadua bercitra professionally peaceful. Maka Ubud lekat dengan naturally spiritual.
Ubud adalah nama kelurahan dan kecamatan di Kabupaten Gianyar. Secara geografis berada di pertemuan dua sungai Oos (yang disebut juga Campuhan), yakni Oos Kiwa dan Oos Tengen, yang dianggap sakral.
Luas Kecamatan Ubud 42,38 kilometer persegi, sedangkan luas Kelurahan Ubud 7,32 kilometer persegi. Letak Ubud berasal dari kata ubad yang berarti obat, karena itulah diidentikkan dengan kesehatan dan penyembuhan.
Tak terbilang tempat menarik di Ubud. Kilometer nol-nya adalah Puri Saren Agung Ubud yang sering disebut Puri Ubud, tempat tinggal para raja Ubud dan keluarganya. Raja terakhir Ubud adalah Tjokorda Gde Agung Sukawati (1910—1978). Halaman puri merupakan tempat ditampilkannya pergelaran seni setiap malam.
Ubud juga tempat sejumlah museum dan galeri berdiri, seperti rumah I Gusti Nyoman Lempad yang merupakan salah satu maestro seni asal Bali, Museum Puri Lukisan, Museum Blanco, Museum Neka, dan Museum Arma.
Berderet-deret tempat makan dengan pelanggan fanatik. Warung Babi Guling Ibu Oka, Bumbu Bali, Terazo, Ary’s Warung, Casa Luna, Café Lotus, Warung Murni, Café Wayan, dan Restoran Bebek Bengil untuk menyebut beberapa.
Dengan “bekal” seperti itu, tak heran jika Ubud adalah surga bagi tamu hotel. Hotel berdiri di perbukitan, di sepanjang tepian sungai Oos dan sungai Ayung, udara sejuk, dengan sajian pemandangan bukit hijau dari jendela kamar. Di sini ada Hotel Ibah, Hotel Tjampuhan, Hotel Pita Maha, Hotel The Royal Pita Maha, Kupu-kupu Barong, dan Alila Ubud berikut kekhasan masing-masing.
Tak ketinggalan suasana alamnya yang tradisional itu lalu “dikawinkan” dengan sejumlah akomodasi berbentuk glamping. Sehingga wisatawan seakan tinggal dalam buaian alam Ubud.
Hotel Tjampuhan yang berada di sebelah Pura Gunung Lebah, salah satu pura tertua di Bali, dulunya tempat tinggal pelukis terkenal asal Jerman, Walter Spies. The Royal Pita Maha memiliki fasilitas convention center yang luas, kolam renang Hotel Alila Ubud terpilih sebagai satu dari 50 Most Spectacular Pools in the World oleh majalah Travel + Leisure.
Sementara yang glamping kental sekali nuansa alaminya. Bahkan bangunan glamping seperti harus beradaptasi dengan alam. Sebut saja Sandat Glamping, Ubud Tropical, ataupun Capella Ubud.
Untuk melindungi aura Ubud yang paduan spiritual dan natural itu membuat beberapa aktivitas yang umum dijumpai di daerah wisata, tak ada di Ubud. Misalnya tak ada klub malam, tak ada bioskop, dan semua restoran serta kafe tutup sekitar pukul 11 malam. Langkah ini untuk mencegah masyarakat terjerumus hanya dalam urusan duniawi, dan agar tetangga sekitar tidak terganggu dengan bisingnya musik dari klub malam.
Tak juga dijumpai restoran cepat saji atau gerai minuman global karena produk-produknya dianggap tidak sejalan dengan nilai yang dianut masyarakat Ubud. Mal modern juga tidak diizinkan berdiri karena akan mengganggu sistem ekonomi dan hubungan antarpersonal di masyarakat.
Aura itu berkembang karena lingkungan di Ubud menganut tiga filosofi hidup yang disebut Tri Hita Karana, yakni hubungan harmonis antara manusia dan Tuhan, manusia dan lingkungan alam, dan manusia dengan manusia. Filosofi yang dianut kuat untuk semua aktivitas. Tri Hita Karana telah diterapkan secara konsisten dalam hidup keseharian selama berabad-abad.
Ubud didirikan oleh Rsi Markandya, seorang pendeta Hindu India yang datang ke Nusantara sekitar abad ke-11. Dia memberi nama tempat-tempat yang disinggahi di Ubud, seperti Sungai Oos Kiwa (kiri) dan Oos Tengen (kanan) dan bergabung menjadi Sungai Oos, Sungai Ayung, Desa Puwakan, Desa Payogan, Desa Taro, Desa Kedewatan, dan Pura Gunung Lebah.
Jika Rsi Markandya memegang peran penting dalam kelahiran Ubud, maka raja-raja dan keluarga Puri Ubud berperan dalam mempertahankan dan mengembangkan nilai spiritual dan budaya setempat. Di awal abad ke-20, Puri Ubud secara aktif membuka diri pada budaya luar yang sejalan dengan nilai-nilai masyarakat, dengan cara menerima seniman Barat.
JIKA ANDA INGIN LEBIH MERASAKAN AURA UBUD COBALAH TINGGAL DI GLAMPING, BERIKUT PILIHANNYA, KLIK: