Ujung timur pulau Jawa dulunya dikenal sebagai tanah Blambangan. Pengaruh kerajaan Majapahit amat kental hingga ke daerah itu. Tak heran jika sebaran agama Hindu Budha sampai ke sana. Merasuk ke masyarakat setempat. Sebagian hikayat menyebut warga setempat adalah perpaduan antara suku Bali dan Jawa khususnya Tengger.

Mereka punya dialek sendiri, yang seperti campuran antara kedua suku di atas. Begitulah hikayat Osing yang merupakan mayoritas dan mengalir ke dalam darah orang Banyuwangi asli.

Desa-desa sebaran Suku Osing merambat, hingga ke Glagah, Licin dan naik ke atas. Budaya dan pola kehidupan yang kaya dan bernilai luhur itu kemudian dilestarikan. Kawasan desa dilindungi dengan cara diubah menjadi desa wisata. Salah satunya yang siap menerima wisatawan adalah desa Kemiren.

Desa ini memiliki luas  177.052 hektar dengan penduduk 2.569 jiwa. Desa Adat Osing Kemiren berasal dari nama kemirian, atau banyak pohon kemiri dan durian (dalam bahasa Jawa disebut ‘duren’), sehingga jadilah akronim ‘kemiren’. Desa Kemiren juga menjadi bagian dari kawasan Ijen Geopark sebagai culture site.    

Perubahan itu tentu saja berdampak pada ekonomi masyarakat. Kendati beberapa mata pencaharian tetap dipertahankan, namun warga pun siap menunjukkan setiap budaya yang dipelihara dan menjadi cirinya.

Karena itu tidak heran jika di desa Kemiren sering ada pertunjukan barong Osing, pengolahan kopi dan penyajiannya, tradisi gedhongan yang unik dan beragam lainnya. Termasuk landmark orisinal Osing pun ada yang dipertahankan.

Budaya internet masuk pula ke desa ini. Sehingga akses jaringan telekomunikasi 4G telah tersedia. Guna mengenalkan lebih jauh tentang desa Kemiren bahkan ada web khusus. Biasanya wisatawan Kawah Ijen mampir ke desa ini, melengkapi petualangannya di tanah Blambangan. (*)